Sesungguhnya manusia berada diantara perkara yang wajib ia lakukan dan larangan yang harus ia tinggalkan, antara takdir yang berlaku baginya serta kenikmatan yang harus ia syukuri. Jika hal ini terus ada padanya maka kesabaran tidak boleh berpisah darinya hingga meninggal dunia. Segala sesuatu yang dirasakan seorang hamba di dunia ini tidak lepas dari dua jenis.
Yang pertama: Perkara yang ia rasakan sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Yang kedua: Perkara yang ia rasakan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan serta ia harapkan.
Dalam kedua jenis perkara tersebut seseorang perlu menghadapinya dengan kesabaran.
Jenis perkara pertama, yaitu perkara yang sesuai dengan keinginan seorang hamba seperti: Kesehatan, keselamatan, kedudukan, harta dan berbagai kenikmatan yang mubah. Maka dalam hal tersebut seseorang butuh kepada kesabaran karena beberapa alasan:
- Bersabar agar tidak terlampau mencintai serta terperdaya dengan kenikmatan serta kelezatan tersebut. Dan bersabar agar kelezatan tersebut tidak menyebabkannya berlaku sombong, serta terlampau bangga yang tidak Allah sukai.
- Bersabar agar tidak tenggelam dan berlebihan dalam usaha meraih kenikmatan, karena kenikmatan tersebut bisa berbalik menjadi musibah. Barang siapa berlebihan dalam makan, minum, serta berhubungan suami-isteri misalnya, maka hal tersebut bisa berbalik menjadi perkara yang negatif. Bahkan bisa jadi hal tersebut bisa mengantarkannya menjadi tidak lagi bisa merasakan kenikmatan makan, minum, dan berhubungan.
- Bersabar untuk menunaikan hak Allah dalam kenikmatan tersebut serta tidak menyia-nyiakannya sehingga berakibat hilangnya kenikmatan tersebut.
- Bersabar dari menggunakan kenikmatan tersebut dalam perkara yang diharamkan, tidak melakukan semua yang ia inginkan yang akibatnya menjerumuskan dirinya kepada perkara yang diharamkan, minimal hal tersebut bisa menjerumuskan kepada perkara yang dimakruhkan.
Bersabar dalam perkara menyenangkan merupakan perkara yang sulit dilakukan. Seseorang yang pernah melayani Abdurrohman bin Auf mengatakan, "Aku pernah hadir tatkala suatu malam Abdurrohman diberi makanan, dan biasanya ia seharian berpuasa. Lalu ia menangis seraya berkata: "Orang-orang terdahulu telah pergi, tidak ada sedikitpun kebaikan mereka yang terpengaruhi oleh dunia. Sedangkan kita, jika kita diuji dengan musibah maka kita bisa bersabar, kemudia diuji dengan kesenangan maka kita tidak bisa bersabar."(1)
Allah memberikan peringatan kepada para hamba dari fitnah harta, isteri dan anak, yang kesemua itu merupakan bagian dari kebaikan serta kenikmatan dunia. Allah berfirman, "Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghobun: 14).
Yang dimaksudkan dengan permusuhan tersebut bukan permusuhan yang dipahami kebanyakan manusia yang berupa kebencian serta pertentangan diantara mereka. Akan tetapi permusuhan tersebut berupa kecintaan yang memalingkan dan menghalangi seseorang dari berhijrah, berjihad, menimba ilmu serta bersedekah dan lain sebagainya dari berbagai perkara agama dan amal-amal kebaikan. Makna tersebut seperti yang diisyaratkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Simak dari Ikrimah bahwa seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai firman Allah Surat At-Taghobun: 14. Ia berkata, "Mereka adalah penduduk Makkah yang telah masuk Islam dan hendak datang kepada Nabi, lau anak-anak serta isteri-isteri mereka enggan ditinggalkan. Kemudian tatkala mereka datang kepada Rasulullah SAW dan melihat orang-orang telah memahami agama, maka mereka ingin menghukum anak-anak serta isteri-isteri mereka tersebut (lantaran mereka menghalangi mereka dari menimba ilmu kepada Rasulullah SAW). Betapa sering seorang hamba kehilangan kesempurnaan serta keberuntungan yang disebabkan karena isteri atau anak. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya anak tempat kemungkinan munculnya kebakhilan serta sifat pengecut."(2).
Seringkali seseorang bersifat kikir ataupun menjadi pengecut disebabkan anak. Artinya bahwa anak tersebut menjadi alasan seseorang bersifat kikir atau pengecut. Na 'udzubillah min dzalik.
Bersabar dalam perkara menyenangkan sangatlah sulit disebabkan karena seseorang mampu melakukan sesuatu yang dia harus bersabar terhadapnya. Orang-orang yang lapar ketika tidak ada makanan, akan lebih bersabar daripada harus bersabar ketika makanan tersebut telah ada.
Jenis perkara yang kedua, yaitu, bersabar terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seorang hamba. Jenis perkara tersebut tidak lepas dari tiga keadaan:
- Seorang hamba memiliki pilihan tanpa unsur keterpaksaan di dalamnya, seperti amalan ketaatan serta perbuatan kemaksiatan.
- Ada semacam keterpaksaan padanya, yang seorang hamba tidak memiliki pilihan selainnya, seperti musibah yang melanda.
- Tidak ada unsur keterpaksaan pada awalnya akan tetapi setelah seorang hamba melakukannya maka ia sulit untuk menghindarinya. Kondisi yang ketiga ini banyak contohnya, dan akan kita sebutkan kemudian.
Perincian kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
Kondisi Pertama
Tidak ada keterpaksaan dalam melakukan atau menghindarinya. Yang termasuk dalam kondisi tersebut adalah segala perbuatan hamba baik berupa ketaatan atau kemaksiatan.
Untuk melakukan sebuah ketaatan seorang hamba perlu bersabar, karena jiwa manusia cenderung lari dari banyak peribadahan. Tabi' at seseorang merasa malas untuk melakukan shalat dan lebih memilih untuk beristirahat , terlebih lagi apabila hatinya telah mengeras. dan diantara tabi'at manusia adalah bersikap kikir, maka ia perlu bersabar guna memberika sedekah kepada orang lain. Dan lain sebagainya. Maka di sini seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam tiga kondisi:
- Bersabar sebelum melakukannya, dengan membenarkan serta memperbaiki niat agar ikhlas karena Allah.
- Bersabar di saat beramal, maka seseorang harus bersabar dari melakukan kelalaian serta kekurangan dan senantiasa mengingat niatan untuk ikhlas karena Allah.
- Bersabar setelah selesai beramal. Hal tersebut perlu ia lakukan dari beberapa sisi:
- Bersabar dari melakukan perkara yang akan membatalkan amalannya.
- Bersabar agar tidak sombong dan kagum terhadap amalannya.
- Bersabar untuk menjaga amalannya agar tidak terlihat manusia. Dan hal ini adalah perkara yang sangat sulit untuk dilakukan.
Adapun wajibnya bersabar dari kemaksiatan, sudah jelas karena pada asalnya kemaksiatan adalah haram sehingga bersabar terhadap perkara yang wajib. Kemudian perkara terbesar yang akan membantu bersabar dari kemaksiatan adalah bergaul dengan para pelaku kemaksiatan.
Kondisi Kedua
Seorang hamba tidak memiliki pilihan lain dan tidak pula bisa menghindar darinya. Seperti berbagai musibah, yang diantaranya adalah kematian orang yang dicintai, tercurinya harta, sakit dan lain sebagainya. Dalam hal tersebut manusia berada dalam beberapa kondisi:
- Kondisi tidak berdaya
- Kondisi bersabar
- Kondisi ridho. Seorang hamba ridho terhadap apa yang telah menimpa dirinya
- Serta bersyukur. Seseorang bersyukur atas musibah yang telah ia terima
Adapun apabila musibah tersebut terjadi karena ulah dan perbuatan manusia maka seseorang bisa berada dalam beberapa kondisi di atas ditambah dengan beberapa kondisi yang lain:
- Mampu memberikan maaf kepada orang yang berbuat buruk kepadanya
- Tidak berkeinginan untuk membalas dendam serta tidak mengingat-ingat keahatan yang telah diperbuat kepada dirinya setiap saat serta senantiasa berlapang dada.
- Menganggap bahwa apa yang menimpanya adalah bagian takdir yang telah ditetapkan bagi dirinya. Walaupun orang lain telah melakukan kedzhaliman terhadap dirinya, namun allah tidaklah berbuat dzhalim terhadap dirinya karena telah mentakdirkan hal tersebut terhadap dirinya. Gangguan manusia akan ia anggap seperti halnya kondisi panas atau dingin yang sulit baginya menolaknya. Maka ia menyadari bahwa segala sesuatu terjadi atas ketentuan Allah SWT.
- Memberikan balasan yang baik kepada orang yang berbuat jahat. Sikap yang demikian ini memiliki banyak sekali faedah bagi dirinya serta orang yang berbuat jahat kepadanya.
Kondisi yang Ketiga
Kondisi yang ketiga dari perkara yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang adalah, perkara yang terjadi bukan atas keterpaksaan seorang hamba, namun setelah ia melakukannya maka ia tidak mampu mengelak serta menolaknya. hal tersebut seperti melakukan penyebab-penyebab sakit yang sulit untuk ia hindari setelah ia benar-benar mengalami sakit. Demikian pula seseorang yang mabuk setelah meminum arak. Maka kesabaran yang harus ia lakukan adalah bersabar untuk tidak melakukannya sebelum terjadi, serta bersabar seusai terjadinya perkara tersebut agar tidak lagi terulang serta mengikuti dorongan hawa nafsunya.
Maka secara ringkas kita katakan bahwa obat segala musibah serta perkara yang tidak diinginkan adalah bersabar. Allah SWT berfirman, "Jika kamu bersabar dan bertakwa maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (QS. Ali Imron: 186).
Semoga kita dikarunia kesabaran dan berada dalam kondisi terbaik tatkala datang kepada kita ujian dari Allah, baik berupa kejahatan yang dilakukan makhluk-Nya maupun musibah yang Allah timpakan pada kita.
No comments:
Post a Comment