Terpukau Ilmu dan Kedermawanan

Terpukau Ilmu dan Kedermawanan

ilmu dan kedermawanan
Melihat kebesaran orang lain tak selamanya dilarang. Ada kalanya kita harus menengok dan melihat kebesaran itu. Untuk kepentingan dan mashlahat yang dibenarkan.
Ilmu dan kedermawanan. Dua hal penting yang harus kita inginkan ada pada diri kita. Sebagaimana yang disabdakan Nabi, "Diperbolehkan hasad pada dua hal : Seseorang yang diberikan harta yang selalu diinfakkannya. Dan seseoragaimana yang yang diberikan ilmu, dia mempergunakan ilmu tersebut dan mengajarkannya kepada orang lain". (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas' ud).
Kita tentu sering melihat orang yang yang hebat di bidang keilmuannya. Hati ini harus tergerak untuk mengikuti langkahnya. Mempelajari bagaimana ia bisa sampai pada posisi keilmuwan yang tinggi. Bagaimana penemuan demi penemuan bisa terlahir dari otaknya.

(Baca juga: Syafa' at dari Penghuni Syurga)

Kehebatan Imam Adz-Dzahaby dalam bidang hadits dan sejarah membuat Ibnu Hajar terpukau. Kecerdikan dan kepandaian serta hafalan yang kuat mencuatkan nama Adz-Dzahaby pada urutan orang-orang besar. Demi mengejar rasa ingin menjadi seperti idolanya, Ibnu hajar mendatangi sumber air zam-zam. Diambilnya segelas air yang pernah dianjurkan oleh nabi untuk berdo'a apa saja sebelum meminumnya. Ibnu Hajar lebih memilih untuk bisa mempunyai hafalan sekuat hafalan idolanya tersebut. Dari sinilah kemudian sejarah mencatat bahwa akhirnya Ibnu Hajar pun menjadi ulama besar yang meninggalkan karya-karya yang tak ternilai harganya.
ilmu dan kedermawanan
Lebih spesifik lagi adalah ilmu Al Qur'an. Inilah ilmu terbaik dan tertinggi. Dilihat dari kebenarannya yang mutlak. Sumber segala ilmu dan pengetahuan. Penuntun manusia menuju keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.
Kita harusnya merasa "iri" melihat mereka yang dimuliakan Allah dengan ilmu Al Qur'an. Mampu membacanya dengan benar sesuai kaidah tajwidnya. Mampu menghafalnya. Dan yang lebih penting lagu mampu menterjemahkannya dalam kehidupan. Kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Dalam riwayat lain, ilmu yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ilmu Al Qur' an.
Demikian juga dengan kedermawanan. Ketika kita melihat orang lain diberi kekayaan yang melimpah, lalu orang itu mendermakan kekayaannya itu di jalan Allah. Bahkan ada sebagian orang yang merasa gelisah bila harinya tidak dilalui dengan membagi kebahagiaannya kepada orang lain. Karena ia terbiasa menikmati kebahagian dirinya bersama orang lain. Kepada mereka-mereka itu kita boleh silau dan iri.

(Baca juga: 17 Dosa Besar)
 
Jiwa ini perlu dilatih. Kalaupun belum sanggup untuk melaksanakannya hari ini, latihlah untuk memiliki rasa salut terhadap dua sumber kesilauan itu. Kaya tapi dermawan, atau pintar dan mengajarkan. Paling tidak ada keinginan kuat untuk berbuat jika diberi kemampuan seperti orang yang kita kagumi tersebut. Rasa keterpukauan yang tinggi akan melahirkan niat untuk mengikutinya. Niat kuat inilah yang akan membentuk fisik ini kuat untuk menempuh jalan menuju kesana. Kalau pun ternyata kita tidak mampu mencapai tingkat kedermawanan dan ilmunya, paling tidak kita telah mengukir pahala, dengan niat, kehendak dan usaha kita.
Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits, "Dan seorang hamba yang diberikan rizki oleh Allah berupa ilmu tetapi tidak diberi harta. Dengan niat yang tulus dia berkata : Seandainya aku punya harta, aku akan berbuat banyak seperti yang dilakukan fulan. Maka Allah menyamakan pahala keduanya".
ilmu dan kedermawanan
Terpukau dengan kemampuan orang yang mampu mendidik dirinya hingga menjadi ilmuwan dan derwamawan, adalah sisi lain rasa keterpukauan yang positif. Dari sana, sebuah kekuatan akan mengalir terus, memberi kita tenaga untuk berlomba dalam kebajikan.

(Baca juga: Menetralkan Jiwa yang sedang Silau)



No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

Back To Top